Sabtu, 25 Maret 2017

Opini dari diskusi materi Etika dalam Pasar, Etika dalam Ajaran Agama Islam & Barat, dan Etika dalam Peraturan, GCG dan HAM.



Opini Dari Diskusi Minggu Kemarin, Tanggal 21 Maret 2017

BAB 5 (Materi Etika dalam Pasar)
Opini : Dalam aktivitas pasar baik itu pasar nasional maupun pasar global bukan hanya mengenai produsen, produk, harga dan konsumen saja, tetapi ada hal lain yang harus diperhatikan yaitu etika dalam melaksanakan aktivitas yang berlangsung dalam pasar. Dalam melancarkan aktivitas yang ada dipasar, etika sangatlah dibutuhkan untuk mengatur dan  menjaga ketertiban dan keamanan. Dengan adanya etika dalam berbisnis maka tercapailah tujuan dari usaha yang kita jalani tanpa adanya kecurangan dalam mencapainya.

BAB 6 (Materi Etika dalam Ajaran Islam dan Barat)
Opini : Dalam ajaran Islam dan Barat, etika bisnis mendapatkan tempat khusus atau pandangan mengenai etika dalam berbisnis. Dalam ajaran Islam etika itu aturan yang berdasarkan dan berpedoman kepada ajaran Islami (Al-Qur’an) dan hukum-hukum Islam dan mencakup aspek umum etika dalam berbisnis seperti kesatuan, keseimbangan, kehendak bebas, tanggung jawab dan kebenaran. Sementara dalam ajaran Barat, etika itu tidak didasari pada ajaran agama melainkan bersifat individualis.

BAB 9 (Materi Etika dalam Peraturan, GCG dan HAM)
Opini : Dalam dunia bisnis itu kita memiliki aturan dan peraturan yang harus diperhatikan dan dipatuhi baik itu oleh perusahaan, Good Coorporate Governance (GCG) dan semua para pelaku usaha harus lah mematuhi aturan yang berlaku dalam perusahaan dan dalam negara (UUD 1945), supaya semua unsur yang ada, hak dan kewajibannya tetap terjaga dengan baik dan tanpa merugikan pihak manapun.

Tugas kelompok Etika Bisnis " BAB 1 & BAB 8"



ETIKA BISNIS

Dosen :
Widyatmini
Kelas :
3EA37
Nama Kelompok 1 :
1.      Abdullah Fikri                  
2.      Ade juliana Panjaitan
3.      Gemilang Wicaksono
4.      Sukmana Wijaya
5.      Zoraya Aida





FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
TAHUN 2017




BAB I
DEFENISI, KLASIFIKASI DAN KONSEP ETIKA, ETIKET MORAL, HUKUM DAN AGAMA

A.      DEFENISI ETIKA (Ade juliana. P)
Istilah dan pengertian etika secara kebahasaan/etimologi, berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Biasanya etika berkaitan erat dengan perkataan moral yang berasal dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk.
Pengertian etika juga dikemukakan oleh Sumaryono (1995), menurut beliau etika berasal dati istilah Yunani ethos yang mempunyai arti adapt-istiadat atau kebiasaan yang baik. Bertolak dari pengertian tersebut, etika berkembang menjadi study tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan manusia pada umumnya. Selain itu, etika juga berkembang menjadi studi tentang kebenaran dan ketidakbenaran berdasarkan kodrat manusia yang diwujudkan melalui kehendak manusia.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksudkan dengan etika adalah :
a.        Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral
b.       Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlaq
c.        Niat mengenal benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat

Sedangkan dalam bahasa agama Islam, istilah etika ini merupakan bagian dari akhlak. Dikatakan merupakan bagian dari akhlak, karena akhlak bukanlah sekedar menyangkut perilaku manusia yang bersifat perbuatan yang lahiriah saja, akan tetapi mencakup hal- hal yang lebih luas, yaitu meliputi bidang akidah, ibadah, dan syariah.




B.       PENGERTIAN ETIKA BISNIS
Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis (Velasquez, 2005).
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain adalah:
1.        Pengendalian diri
2.        Pengembangan tanggung jawab social (social responsibility)
3.        Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
4.        Menciptakan persaingan yang sehat
5.        Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
6.        Mampu menyatakan yang benar itu benar
7.        Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha ke bawah
8.        Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
9.        Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
10.    Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hokum positif yang berupa peraturan perundang-undangan

C.       KLASIFIKASI DAN KONSEPSI ETIKA (Sukmana Wijaya)
Manusia disebut etis, ialah manusia secara utuh dan menyeluruh mampu memenuhi hajat hidupnya dalam rangka asas keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan pihak yang lainnya, antara rohani dengan jasmaninya, dan antara sebagai makhluk berdiri sendiri dengan penciptanya. Termasuk di dalamnya membahas nilai-nilai atau norma-norma yang dikaitkan dengan etika, terdapat dua macam etika (Keraf: 1991: 23), sebagai berikut:
1.        Etika Deskriptif
Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya Etika deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya. Da-pat disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan manusia dapat bertindak secara etis.
2.        Etika Normatif
Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi Etika Normatif merupakan norma-norma yang dapat menuntun agar manusia bertindak secara baik dan meng-hindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat.
Fungsi Etika
Fungsi utama dari etika yang disebutkan oleh Magnis Suseno yaitu, untuk membantu mencari orientasi secara kritis dalam berhadapan dengan moralitas yang membingungkan. Pengertian demikian perlu dicari dengan alasan:
ü  kita hidup dalam masyarakat yang semakin pluralistik, juga di bidang moral, sehingga kita binggung harus mengikuti moralitas yang mana
ü  Modernisasi membawa perubahan besar dalam struktur kebutuhan dan nilai masyarakat yang akibatnya menentang pandangan – pandangan tradisional.
ü  Adanya perbagai ideologi yang menawarkan diri sebagai penuntun hidup, yang masing – masing ajarannya sendiri tentang bagaimana manusia harus hidup,
ü  Etika juga diperlukan oleh kaum agama yang di  satu pihak menemukan dasar kemantapan mereka dalam iman kepercayaan, di lain pihak sekaligus mau berpartisipasi tanpa takut – takut dengan tidak menutup diri dalam semua dimensi kehidupan masyarakat yang sedang berubah.

D.      ETIKA MORAL (Zoraya Aida)
Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma moral yang terdapat di antara sekelompok manusia. Adapun nilai moral adalah kebaikan manusia sebagai manusia. Norma moral adalah tentang bagaimana manusia harus hidup supaya menjadi baik sebagai manusia.
Beberapa pengertian moral menurut beberapa sumber:
Pengerian moral dalam kamus psikologi (Chaplin, 2006): Dituliskan bahwa moral mengacu pada akhlak yang sesuai dengan peraturan sosial, atau menyangkut hukum atau adat kebiasaan yang mengatur tingkah laku.
Pengertian moral dalam Hurlock (Edisi ke-6, 1990) mengatakan bahwa perilaku moral adalah perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial. Moral sendiri berarti tata cara, kebiasaan, dan adat.  Perilaku moral dikendalikan konsep konsep moral atau peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya.
Pengertian moral menurut Webster New word Dictionary (Wantah, 2005) bahwa moral adalah sesuatu yang berkaitan atau ada hubungannya dengan kemampuan menentukan benar salah dan baik buruknya tingkah laku.
Kemudian beberapa pengertian moral lainnya seperti pengertian moral oleh Dian Ibung bahwa moral adalah nilai (value) yang berlaku dalam suatu lingkungan sosial dan mengatur tingkah laku seseorang. Maria Assumpta menambahkan bahwa pengertian moral adalah aturan aturan (rule) mengenai sikap (attitude) dan perilaku manusia (human behavior) sebagai manusia. Hal ini mirip bila dikatakan bahwa orang yang bermoral atau dikatakan memiliki moral adalah manusia yang memanusiakan orang lain.
Moral berkaitan dengan moralitas. Moralitas adala sopan santun, segala sesuatu yang berhubungan dengan etiket atau sopan santun. Moralitas dapat berasal dari sumber tradisi atau adat, agama atau sebuah ideologi atau gabungan dari beberapa sumber. Etika dan moralitas Etika bukan sumber tambahan moralitas melainkan merupakan filsafat yang mereflesikan ajaran moral. Pemikiran filsafat mempunyai lima ciri khas yaitu rasional, kritis, mendasar, sistematik dan normatif. Rasional berarti mendasarkan diri pada rasio atau nalar, pada argumentasi yang bersedia untuk dipersoalkan tanpa perkecualian. Kritis berarti filsafat ingin mengerti sebuah masalah sampai ke akar-akarnya, tidak puas dengan pengertian dangkal. Sistematis artinya membahas langkah demi langkah. Normatif menyelidiki bagaimana pandangan moral yang seharusnya.
Faktor Penentu Moralitas
Dalam tataran terminologi agama dan filsafat, orang yang memiliki moral yang baik, sering diistilahkan dengan kata masih memiliki “moralitas” yang baik. Moralittas dibagi menjadi dua bagian yakni;
1.        Moralitas dapat bersifat intrinsik, berasal dari diri manusia itu sendiri sehingga perbuatan manusia itu baik atau buruk terlepas atau tidak dipengaruhi oeleh peraturan hukum yangg ada. Moralitas instrinsik ini esensinya tedapat dalam perbuatan diri manusia itu sendiri.
2.        Moralitas yangg bersifat ekstrinssik penilaiannya didasarkan pada peraturan hhukum yang berlaku, baik yang bersifat perintah ataupun larangan. Moralitas yang bersifat ekstrinsik ini merupakan realitas bahwa manusia itu berkaitan dengan nilai- nilai dan norma- norma yang diberlakukan dalam kehidupan bersama.
Ada tiga faktor yang menjadi penentu moralitas perbuatan manusia, yaitu;
1.        Motivasi
Motivasi adalah hal yang diinginkan oleh pelaku perbuatan dengan maksud untuk mencapai sasaran yang hendak dituju. Jadi motivasi itu dikehendaki secara sadar sehingga menentukan kadar moralitas perbuatan.
2.        Tujuan akhir
Tujuan akhir adalah diwujudkannya perbuatan yang dikehendaki secara bebas. Moralitas perbuatannya ada dalam kehendak perbuatan itu menjadi objek perhatian kehendak, artinya memang dikehendaki oleh pelakunyya.
3.         Lingkungan perbuatan
4.        Unsur lingkungan perbuatan adalah segala sesuatu yang secara eksidental mengelilingi atau mewwarnaai perbuatan tersebut

E.       HUKUM DAN AGAMA (Abdullah Fikri & Gemilang Wicaksono)
a.         HUKUM (Abdullah Fikri)
Hukum dalam arti Penguasa (undang - undang, keputusan, hakim dan lainnya)
Hukum diartikan sebagai seperangkat peraturan tertulis yang dibuat oleh pemerintahan,  melalui badan - badan yang berwenang membentuk berbagai peraturan tertulis seperti: undang - undang dasar, undang - undang, keputusan presiden, peraturan pemerintah, keputusan menteri - menteri dan peraturan daerah. (25-26)
 Hukum dalam arti para petugas adalah orang atau masyarakat melihat hukum dalam wujud para petugas yang berusaha menegakkan atau mengamankan hukum. para petugas yang berseragam, dan bisa bertindak terhadap orang - orang yang melakukan tindakan - tindakan yang  warga masyarakat.
Hukum dalam arti sikap tindak yaitu hukum sebagai perilaku yang ajeg atau sikap tindak yang teratur. Hukum dalam arti sistem kaidah berikut ini beberapa uraian hukum sebagai sistem kaidah:
a.       Suatu tata kaidah hukum yang merupakan sistem kaidah - kaidah hukum secara hirarki
b.      Susuna. kaidah - kaidah hukum yang sangat disederhanakan dari tingkat bawah ke atas meliputi:
1.      Kaidah - kaidah individual dari badan - badan pelaksana hukum terutama pengadilan.
2.      Kaidah - kaidah umum di dalam undang - undang hukum atau hukum kebiasaan
3.      Kaidah - kaidah konstitusi
c.       Sahnya kaidah - kaidah hukum dari golongan tingkat yang lebih rendah tergantung atau ditentukan oleh kaidah - kaidah yang termasuk golongan tingkat yang lebih tinggi.

Intinya terletak pada suatu  sistem yang jelas tahapan - tahapan dalam derajat kaidah dari yang bawah sampai yang tertinggi. dalam masyarakat dikenal juga kaidah - kaidah tentang:  kaidah kesopanan, kaidah kesusilaan, dan kaidah agama dan kepercayaan.

b.        AGAMA (Gemilang Wicaksono)
Agama merupakan realitas yang berada di sekeliling manusia. Masing - masing manusia memiliki kepercayaan tersendiri akan agama yang diangapnya sebagai sebuah kebenaran. Agama yang telah menjadi dasar manusia ini tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sosial manusia tersebut.
Agama juga diyakini tidak hanya berbicara soal ritual semata melainkan juga berbicara tentanv nilai - nilai yang dikonkretkan dalam kehidupan sosial. Masing - masing penganut agama menyakini bahwa ajaran dan nilai - nilai yang dianutnya harus ditegakkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Akhlak Islami cakupannya sangatlah luas, yaitu menyangkut etos, etis, moral, dan estetika.
a.        Etos; yang mengaatur hubungan seseorang dengan Khaliknya, al-ma’bud bi haq serta kelengkapan uluuhiyah dan rubbubiyah, seperti terhadap rasul- rasul Allah, Kitab-Nya, dan sebagainya.
b.       Etis; yang mengatur sikap seseorang terhadap dirinya dan terhadap sesmanya dalam kehidupan sehari- harinya.
c.        Moral; yang mengatur hubungan dengan sesamanya, tetapi berlainan jenis dan/ atau yang menyangkut kehormatan tiap pribadi.
d.       Estetika; rasa keindahan yang mendorong seseorang untuk meningkatkan keadaan dirinya serta lingkungannya agar lebih indah dan menuju kesempurnaan.

Etika tidak dapat menggantikan agama. Orang yang percaya menemukan orientasi dasar kehidupan dalam agamanya. Agama merupakan hal yang tepat untuk memberikan orientasi moral. Pemeluk agama menemukan orientasi dasar ehidupan dalam agamanya. Akan tetapi agama itu memerlukan ketrampilan etika agar dapat memberikan orientasi, bukan sekadar indoktrinasi. Hal ini disebabkan empat alasan sebagai berikut:
c.         Orang agama mengharapkan agar ajaran agamanya rasional. Ia tidak puas mendengar bahwa Tuhan memerintahkan sesuatu, tetapu ia juga ingin mengertimengapa Tuhan memerintahkannya. Etika dapat membantu menggali rasionalitas agama.
d.        Seringkali ajaran moral yang termuat dalam wahyu mengizinkan interpretasi yang saling berbeda dan bahkan bertentangan.
e.         Karena perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan masyarakat maka agama menghadapi masalah moral yang secara langsung tidak disinggung-singgung dalam wahyu. Misalnya bayi tabung, reproduksi manusia dengan gen yang sama.
f.         Adanya perbedaan antara etika dan ajaran moral. Etika mendasarkan diri pada argumentasi rasional semata-mata sedangkan agama pada wahyunya sendiri. Oleh karena itu ajaran agama hanya terbuka pada mereka yang mengakuinya sedangkan etika terbuka bagi setiap orang.
Persamaan dan Perbedaan Etika dan Agama
1.      Persamaan Etika dan Agama ; dapat dibagi berdasarkan, yaitu :
a.       Berdasarkan pada sasarannya
Etika dan Agama sama-sama bertujuan meletakkan dasar ajaran moral, agar manusia dapat membedakan mana perbuatan yang baik dan yang tidak baik.
b.      Berdasarkan pada sifatnya
Etika dan Agama sama-sama bersifat memberi peringatan dan sama-sama bersifat tidak memaksa. 

2.      Perbedaan antara Etika dan Agama
a.       Dari segi prinsip
Agama merupakan suatu kepercayaan pengabdian/penghambaan yang berdasarkan syarat dan cara yang diatur oleh agama itu sendiri kepada Tuhan-nya, sedangkan Etika bukanlah suatu kepercayaan yang mengandung pengabdian.
b.      Dari sumbernya,
Agama (Islam) itu bersumber dari satu sumber Tuhan, sedangkan Etika bersumber dari bermacam-macam jenis sumbernya, antara lain sumbernya berasal dari pemikiran manusia (argumentasi rasional) yang sesuai dengan aliran masing-masing.
c.       Pada bidang yang diajarkan,
Agama mengajarkan manusia pada beberapa alam (dunia, kubur, akhirat), sedangkan Etika hanya mempersoalkan kehidupan moral manusia dialam dunia/fana ini saja.
5.      Ajaran Agama hanya terbuka pada mereka yang mengakuinya, sedangkan Etika terbuka bagi setiap orang dari semua agama dan pandangan dunia.

3.      Alasan Mengapa Etika diperlukan Agama ;
a.       Orang beragama mengharapkan agar ajaran agamanya rasional.
b.      Seringkali ajaran moral yang termuat dalam wahyu agama mengijinkan interpretasi yang berbeda dan bahkan saling bertentangan.
c.       Bagaimana agama harus bersikap terhadap masalah moral yang tidak disinggung dalam wahyuNya, misalnya soal aborsi, bayi tabung dan lain-lain.
d.      Etika memungkinkan dialog antar agama, dimana etika dapat menjadi dasar bagi kerjasama antar agama.
e.       Etika memungkinkan dialog antar agama dengan pandangan-pandangan dunia.



KESIMPULAN
Etika bisnis merupakan suatu hal yang penting dalam perusahaan. Dimana etika dapat membentuk moral, tanggung jawab, pengendalian diri, rasa saling percaya antar sesam karyawan sehingga masing-masing pribadi baik itu karyawan, manajer dan semua yang bekerja di perusahaan tersebut memiliki kualitas diri dan bukan hanya mementingkan diri sendiri. Etika juga mengajarkan para karyawan perusahaan untuk menaati semua peraturan yang ada di lingkungan perusahaan supaya tujuan dari perusahaan tersebut dapat tercapai dengan maksimal.





Referensi
Agus Arijanto,S.E.,M.M., Etika Bisnis bagi pelaku Bisnis cara cerdas memahami konsep dan faktor-faktor etika bisnis dengan beberapa contoh praktis, edisi ketiga.
Supriadi, S.H., M.Hum., Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, (Jakarta: 2006)
Dawam Rahardjo. Etika Ekonomi dan Manajemen. (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1990)
Hasan Bihaqi,2006,Etika Bisnis Islam, Yogyakarta:Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga
Nugroho, Rianto, 1996. Obrolan 17 Praktisi Bisnis Indonesia.Jakarta: Penerbit Elex Media Komputindo.







BAB 8
HUBUNGAN PERUSAHAAN DENGAN STAKEHOLTER, LINTAS BUDAYA, POLA HIDUP DAN AUDIT SOSIAL / SCR, MENGAPA PERLU SCR, STEREOTYPE, PREJUDICE, SIGMA SOSIAL

1.        STAKEHOLDER (Ade Juliana P)
Pengertian stakeholder dalam konteks ini adalah tokoh – tokoh masyarakat baik formal maupun informal, seperti pimpinan pemerintahan (lokal), tokoh agama, tokoh adat, pimpinan organisasi social dan seseorang yang dianggap tokoh atau pimpinan yang diakui dalam pranata social budaya atau suatu lembaga (institusi), baik yang bersifat tradisional maupun modern.
Istilah stakeholders sudah sangat populer. Kata ini telah dipakai oleh banyak pihak dan hubungannnya dengan berbagi ilmu atau konteks, misalnya manajemen bisnis, ilmu komunikasi, pengelolaan sumberdaya alam, sosiologi, dan lain-lain.Lembaga-lembaga publik telah menggunakan secara luas istilah stakeholder ini ke dalam proses-proses pengambilan dan implementasi keputusan.Secara sederhana, stakeholder sering dinyatakan sebagai para pihak, lintas pelaku, atau pihak-pihak yang terkait dengan suatu issu atau suatu rencana.
Stakeholder dapat berfungsi sebagai “tokoh kunci” atau “key person” dan merupakan orang yang menjadi panutan bagi masyarakat sekitarnya, seperti : Kepala Desa/Lurah, Ketua RT, Ketua Adat, Ustadz/Kyai.
Kelembagaan yang dianjurkan dibentuk untuk meningkatkan peranserta masyarakat dalam memajukan pendidikan, menurut UU No 20 Tahun 2003, pasal 56 adalah berupa Dewan Pendidikan, dan komite sekolah. Ketua dan anggota kedua lembaga tersebut dapat digolongkan sebagai Stakeholder
Dalam buku Cultivating Peace, Ramizes mengidentifikasi berbagai pendapat mengenai stakekholder ini. Beberapa defenisi yang penting dikemukakan seperti :
1.        Freeman (1984) yang mendefenisikan stakeholder sebagai kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh suatu pencapaian tujuan tertentu.
2.        Biset (1998) secara singkat mendefenisikan stekeholder merupakan orang dengan suatu kepentingan atau perhatian pada permasalahan. Stakeholder ini sering diidentifikasi dengan suatu dasar tertentu sebagimana dikemukakan Freeman (1984), yaitu dari segi kekuatan dan kepentingan relatif stakeholder terhadap issu, Grimble and Wellard (1996), dari segi posisi penting dan pengaruh yang dimiliki mereka.
3.        Stakeholder adalah kelembagaan yang dianjurkan dibentuk untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam memajukan pendidikan, dan komite sekolah.

Pandangan-pandangan di atas menunjukkan bahwa pengenalan stakeholder tidak sekedar menjawab pertanyaan siapa stakeholder suatu issu tapi juga sifat hubungan stakeholder dengan issu, sikap, pandangan, dan pengaruh stakeholder itu. Aspek-aspek ini sangat penting dianalisis untuk mengenal stakeholder.

Macam – macam Stakeholder.
Berdasarkan kekuatan, posisi penting, dan pengaruh stakeholder terhadap suatu issu, stakeholder dapat diketegorikan kedalam beberapa kelompok yaitu stakeholder primer, sekunder dan stakeholder kunci.
a.         Stakeholder Utama (Primer)
Stakeholder utama merupakan stakeholder yang memiliki kaitan kepentingan secara langsung dengan suatu kebijakan, program, dan proyek. Mereka harus ditempatkan sebagai penentu utama dalam proses pengambilan keputusan.
Contohnya :
Masyarakat dan tokoh masyarakat, masyarakat yang terkait dengan proyek, yakni masyarakat yang di identifkasi akan memperoleh manfaat dan yang akan terkena dampak (kehilangan tanah dan kemungkinan kehilangan mata pencaharian) dari proyek ini. Sedangkan tokoh masyarakat adalah anggota masyarakat yang oleh masyarakat ditokohkan di wilayah itu sekaligus dianggap dapat mewakili aspirasi masyarakat. Di sisi lain, stakeholders utama adalah juga pihak manajer Publik yakni lembaga/badan publik yang bertanggung jawab dalam pengambilan dan implementasi suatu keputusan.
b.        Stakeholder Pendukung (Sekunder)
Stakeholder pendukung (sekunder) adalah stakeholder yang tidak memiliki kaitan kepentingan secara langsung terhadap suatu kebijakan, program, dan proyek, tetapi memiliki kepedulian (concern) dan keprihatinan sehingga mereka turut bersuara dan berpengaruh terhadap sikap masyarakat dan keputusan legal pemerintah.


Yang termasuk dalam stakeholders pendukung (sekunder):
1.      Lembaga(Aparat) pemerintah dalam suatu wilayah tetapi tidak memiliki tanggung jawab langsung.
2.      Lembaga pemerintah yang terkait dengan issu tetapi tidak memiliki kewenangan secara langsung dalam pengambilan keputusan.
3.      Lembaga swadaya Masyarakat (LSM) setempat : LSM yang bergerak di bidang yang bersesuai dengan rencana, manfaat, dampak yang muncul yang memiliki concern (termasuk organisasi massa yang terkait).
4.      Perguruan Tinggi yakni kelompok akademisi ini memiliki pengaruh penting dalam pengambilan keputusan pemerintah serta Pengusaha (Badan usaha) yang terkait sehingga mereka juga masuk dalam kelompok stakeholder pendukung.
5.      Pengusaha (Badan usaha) yang terkait

c.         Stakeholder Kunci
Stakeholder kunci merupakan stakeholder yang memiliki kewenangan secara legal dalam hal pengambilan keputusan.Stakeholder kunci yang dimaksud adalah unsur eksekutif sesuai levelnya, legislatif dan instansi. Stakeholder kunci untuk suatu keputusan untuk suatu proyek level daerah kabupaten.
Yang termasuk dalam stakeholder kunci yaitu :
1.      Pemerintah Kabupaten
2.      DPR Kabupaten
3.      Dinas yang membawahi langsung proyek yang bersangkutan.

2.        Stereotype, Prejudice, Stigma Sosial
Stereotype adalah sebuah pandangan atau cara pandang terhadap suatu kelompok sosial, dimana cara pandang tersebut lalu digunakan pada setiap anggota kelompok tersebut. Kita memperoleh informasi biasanya dari pihak kedua atau media, sehingga kita cenderung untuk menyesuaikan informasi tersebut agar sesuai dengan pemikiran kita tanpa melakukan observasi yang lebih mendalam. Oleh karena kurang melakukan observasi, maka cara pandang mereka cenderung sangat sempit. Ini sudah merupakan pembentukan stereotype. Stereotype bisa dalam hal buruk, bisa juga dalam hal baik. Contoh dari Stereotype , ketika kita sudah beranggapan begitu pada suatu suku , maka kita tidak akan menempatkan dia pada suatu posisi yang kita rasa gak cocok.

Sedangkan Prejudice (Prasangka sosial) merupakan sikap perasaan orang-orang terhadap golongan manusia tertentu, golongan ras atau kebudayaan yang berbeda dengan golongan orang yang berprasangka itu. Menurut David O. Sears dan kawan-kawan (1991), prasangka sosial adalah penilaian terhadap kelompok atau seorang individu yang terutama didasarkan pada keanggotaan kelompok tersebut, artinya prasangka sosial ditujukan pada orang atau kelompok orang yang berbeda dengannya atau kelompoknya. Prasangka sosial memiliki kualitas suka dan tidak suka pada obyek yang diprasangkainya, dan kondisi ini akan mempengaruhi tindakan atau perilaku seseorang yang berprasangka tersebut. Contoh dari Prejudice misalnya kita menganggap setiap orang pada suku tertentu itu malas, pelit , dan lain nya
Stigma sosial adalah tidak diterimanya seseorang pada suatu kelompok karena kepercayaan bahwa orang tersebut melawan norma yang ada. Stigma sosial sering menyebabkan pengucilan seseorang ataupun kelompok. Contoh dari stigma social misalnya sejarah stigma sosial dapat terjadi pada orang yang berbentuk fisik kurang atau cacat mental, dan juga anak luar kawin, homoseksual atau pekerjaan yang merupakan nasionalisasi pada agama atau etnis, seperti menjadi orang Yahudi atau orang Afrika Amerika. Kriminalitas juga membawa adanya stigma sosial.

3.        Mengapa Perusahaan Harus Bertanggungjawab (Gemilang Wicaksono)
Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (selanjutnya dalam artikel akan disingkat CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaan adalah memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan.
CSR berhubungan erat dengan “pembangunan berkelanjutan”, di mana ada argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan atau deviden melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang.
Konsep tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibiliy (CSR), muncul sebagai akibat adanya kenyataan bahwa pada dasarnya karakter alami dari setiap perusahaan adalah mencari keuntungan semaksimal mungkin tanpa memperdulikan kesejahteraan karyawan, masyarakat dan lingkungan alam. Seiring dengan dengan meningkatnya kesadaran dan kepekaan dari stakeholder perusahaan maka konsep tanggung jawab sosial muncul dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan kelangsungan hidup perusahaan di masa yang akan datang. Tanggung jawab sosial perusahaan dapat didefinisikan secara sederhana sebagai suatu konsep yang mewajibkan perusahan untuk memenuhi dan memperhatikan kepentingan para stakeholder dalam kegiatan operasinya mencari keuntungan. Stakeholder yang dimaksud diantaranya adalah para shareholder, karyawan (buruh), kustomer, komunitas lokal, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan lain sebagainya.
Penerapan tanggung jawab sosial perusahaan saat ini. Dalam pengamatan saya, tanggung jawab sosial perusahaan sering didefinisikan secara sempit sebagai akibat belum tersosialisasinya standar baku bagi perusahaan. Tanggung jawab sosial perusahaan masih anggap sebagai suatu kosmetik belaka untuk menaikkan pamor perusahaan atau menjaga reputasi perusahaan di masyarakat. Oleh karenanya ada asumsi jika perusahaan sudah memberikan sumbangan atau donasi kepada suatu institusi sosial berarti sudah melakukan tanggung jawab sosial sebagai sebuah perusahaan.
Mekanisme Pengawasan Tingkah Laku Mekanisme dalam pengawasan terhadap para karyawan sebagai anggota komunitas perusahaan dapat dilakukan berkenaan dengan kesesualan atau tidaknya tingkah laku anggota tersebut denga budaya yang dijadikan pedoman korporasi yang bersangkutan. Mekanisme pengawasan tersebut berbentuk audit sosal sebagai kesimpulan dari monitoring dan evaluasi yang dilakukan sebelumnya. Monitoring da evaluasi terhadap tingkah laku anggota suatu perusahaan atau organisasi pada dasarnya harus dilakukan oleh perusahaan yang bersangkutan secara berkesinambugan.
Monitoring yang dilakuka sifatnya berjangka pendek sedangkan evaluasi terhadap tingkah laku anggota perusahaan berkaitan dengan kebudayaan yang berlaku dilakukan dalam jangka panjang. Hal dari evaluas tersebut menjadi audit sosial.Pengawasa terhadap tingkah laku dan peran karyawan pada dasarnya untuk menciptakan kinerja karyawan itu sendiri yang mendukung sasaran dan tujuan dari proses berjalannya perusahaan. Kinerja yang baik adalah ketika tindakan yang diwujudkan sebagai peran yang sesuai dengan status dalam pranata yang ada dan sesuai dengan budaya perusahaan yang bersangkutan. Oleh karena itu, untuk mendeteksi apakah budaya perusaaan telah menjadi bagian dalam pengetahuan budaya para karyawannya dilakukan audit sosal dan sekaligus merencanakan apa aja yang harus dilakukan oleh perusahaan untuk menguatkan nilai-nilai yang ada agar para karyawan sebagai anggota perusahaan tidak memunculkan pengetahuan budaya yang dimilikinya di luar lingkungan perusahaan.
Dalam kehdupan komunitas atau komunitas secara umum, mekanismne pengawasan terhadap tindakan anggota-anggota komunitas biasanya berupa larangan-larangan dan sanksi-sanksi sosial yang terimplementasi di dalam atura adat. Sehingga tam[pak bahwa kebudayaan menjadi sebuah pedoman bagi berjalannya sebuah proses kehidupan komunitas atau komunitas. Tindaka karyawan berkenaan dengan perannya dalam pranata sosial perusahaan dapat menen tukan keberlangsungan aktivitas.

4.        Komunitas Indonesia dan Etika Bisnis (Zoraya Aida)
Indonesia memerukan suatu bentuk etika bisnis yang sangat spesifik dan sesuai denga model indonesia. Hal ini dapat di pahami bahwa bila ditilik dai bentuknya, komunitas indonesia komunitas elite an komunitas rakyat
Bentuk – bentuk pola hidup komunitas di indonesia sangat bervariasi dari berburu meramu sampai dengan industri jasa.
Dalam suatu kenyataan di komunitas indonesia pernah terjadi mala petaka kelaparan di daerah Nabire Papua. Bahwa komunitas Nabire mengkonsumsi sagu, pisang, ubi dan dengan keadaaan cuaca yang kemarau tanah tidak dapat mendukung pengolahan bagi tanaman ini, kondisi ini mendorong pemerintah dan perusahaan untuk dapat membantu komunitas tersebut.
Dari gambaran ini tampak bawa tidak adanya rasa empati bagi komunitas elite dan perusahaan dalam memahami pola hidup komunitas lain.
Dalam konteks yang demikian, maka di tuntut bagi perusahaan untuk dapat memahami etika bisnis ketika berhubungan dengan stakeholder di luar perusahaannya seperti komunitas lokal atau kelompok sosial yang berbeda pola hidup.
Seorang teman Arif Budimanta mensitir kata – kata sukarno presiden pertama indonesia yang menyatakan bahwa “tidak akan di serahkan pengelolaan sumber daya alam Indonesia kepada pihak asng sebelum orang Indonesia mampu mengelolanya”, kalimat ini terkandung suatu pesan etika bisnis yang teramat dalam bahwa sebelum bangsa Indonesia dapat menyamai kemampuan asing, maka tidak akan mungkin wilayah Indonesia di serahkan kepada asing (pengelolaannya).
Jati diri bangsa perlu digali kembali untuk menetapkan sebuah etika yang berlaku secara umum bagi komunitas Indonesia yang multikultur ini. Jati diri merupakan suatu bentuk kata benda yang bermakna menyeluruh  sebagai sebuah kekuatan bangsa.


5.        Dampak Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, apabila dilaksanakan dengan benar, akan memberikan dampak positif bagi perusahaan, lingkungan, termasuk sumber daya manusia, sumber daya alam dan seluruh pemangku kepentingan dalam masyarakat. Perusahaan yang mampu sebagai penyerap tenaga kerja, mempunyai kemampuan memberikan peningkatan daya beli masyarakat, yang secara langsung atau tidak, dapat mewujudkan pertumbuhan lingkungan dan seterusnya. Mengingat kegiatan perusahaan itu sifatnya simultan, maka keberadaan perusahaan yang taat lingkungan akan lebih bermakna.
Pada dasarnya setiap kegiatan perusahaan yang berhubungan dengan sumber daya alam, pasti mengandung nilai positif, baik bagi internal perusahaan maupun bagi eksternal perusahaan dan pemangku kepentingan yang lain. Meskipun demikian nilai positif tersebut dapat mendorong terjadinya tindakan-tindakan dan perbuatan-perbuatan yang akhirnya mempunyai nilai negatif, karena merugikan lingkungan, masyarakat sekitar atau masyarakat lain yang lebih luas. Nilai negatif yang dimaksud adalah seberapa jauh kegiatan perusahaan yang bersangkutan mempunyai potensi merugikan lingkungan dan masyarakat.Atau seberapa luas perusahaan lingkungan terjadi sebagai akibat langsung dari kegiatan perusahaan.
Perusahaan yang pada satu sisi pada suatu waktu menjadi pusat kegiatan yang membawa kesejahteraan bahkan kemakmuran bagi masyarakat, pada satu saat yang sama dapat menjadi sumber petaka pada lingkungan yang sama pula. Misalnya terjadi pencemaran lingkungan atau bahkan menyebabkan kerusakan alam dan lingkungan lain yang lebih luas.

6.        Mekanisme Pengawasan Tingkah Laku (Abdullah Fikri & Sukmana Wijaya)
Mekanisme dalam pengawasan terhadap para karyawan sebagai anggota komunitas  perusahaan dapat dilakukan berkenaan dengan kesesualan atau tidaknya tingkah laku anggota tersebut denga budaya yang dijadikan pedoman korporasi yang bersangkutan.
Mekanisme pengawasan tersebut berbentuk audit sosal sebagai kesimpulan dari monitoring dan evaluasi yang dilakukan sebelumnya.
Monitoring dan evaluasi terhadap tingkah laku anggota suatu perusahaan atau organisasi pada dasarnya harus dilakukan oleh perusahaan yang bersangkutan secara  berkesinambugan. Monitoring yang dilakuka sifatnya berjangka pendek sedangkan evaluasi terhadap tingkah laku anggota perusahaan berkaitan dengan kebudayaan yang berlaku dilakukan dalam jangka panjang. Hal dari evaluas tersebut menjadi audit sosial.
 Pengawasa terhadap tingkah laku dan peran karyawan pada dasarnya untuk menciptakan kinerja karyawan itu sendiri yang mendukung sasaran dan tujuan dari proses  berjalannya perusahaan. Kinerja yang baik adalah ketika tindakan yang diwujudkan sebagai  peran yang sesuai dengan status dalam pranata yang ada dan sesuai dengan budaya  perusahaan yang bersangkutan.
Oleh karena itu, untuk mendeteksi apakah budaya perusaaan telah menjadi bagian dalam pengetahuan budaya para karyawannya dilakukan audit sosal dan sekaligus merencanakan apa aja yang harus dilakukan oleh perusahaan untuk menguatkan nilai-nilai yang ada agar para karyawan sebagai anggota perusahaan tidak memunculkan pengetahuan  budaya yang dimilikinya di luar lingkungan perusahaan.
Dalam kehdupan komunitas atau komunitas secara umum, mekanismne pengawasan terhadap tindakan anggota-anggota komunitas biasanya berupa larangan-larangan dan sanksi-sanksi sosial yang terimplementasi di dalam atura adat. Sehingga tam[pak bahwa kebudayaan menjadi sebuah pedoman bagi berjalannya sebuah proses kehidupan komunitas atau komunitas. Tindaka karyawan berkenaan dengan perannya dalam pranata sosial perusahaan dapat menen tukan keberlangsungan aktivitas.
Karyawan sebagai stake holder, terdapat juga para bekas karyawan,para direksi,  pemilik modal yg juga menentukan berjalannya aktivitas pranata sosial perusahaan. Kesemua stakeholder tersebut menduduki status dan peran tertentu dalam koporasi dan mempunyai hubungan fungsional satu dengan lainnya.
Pada dasarnya suatu perusahaan adalah sebuah organisasi yang dalam kenyataannya menempati suatu wilayah sosial tertentu. Dan sebagai suatu bentuk organisai,korporasi tentunya mempunyai tujuan yang dapat dipahami secara bersama oleh para anggotanya dan dapat menjamin kehidupan para anggotanya dalam lingkup organisasi yang bersangkutan.
Perusahaan sebagai bagian dari suatu komunitas dan mempunyai suatu kebudayaan tersendiri akan mempunyai sifat yang adaptif terhadap lingkungannya,baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial dan budaya yang ada disekitarnya.
Berjalannya suatu perusahaan tidak akan lepas dari segala perhitungan dan perencanaan yang mengatur pola aturan yang ada,seperti halnya pada komuitas lainnya seperti komunitas suku  bangsa. Kehidupan sosial komunitas suku bangsa tersebut dalam lingkup kecil (Desa/kampung/dusun) dapat dipantau dan di monitor oleh adat istiadatnya sesuai dengan  pranata sosial yang berlaku (kekerabatan,ekonomi, teknologi, mata pencaharian dsb). Dalam  perusahaan, apa yang dikatakan sebagai proses audit sosial adalah mirip atau sama dengan cara  –  cara yang dipakai untuk memeriksa keuangan perusahaan yang bersangkutan.
Sebagai sebuah organisasi,perusahaan yang mempunyai beberpa tenaga ahli dalam menyiapkan anggaran  –  angaran yang dikelurakan, dan begitu dengan pemerikasaan terhadap anggaran yang telah dikelurkan berkaitan dengan berjalannya organisasi yang bersangkutan seperti ahli akuntansi dan pemegang buku.
Tenaga  –  tenaga ahli tersebut merupakan individu –  individu yang menduduki status tertentu,status dalam hal ini adalah kumpulan hak dan kewajiban yang ada pada diri seseorang dalam satu lingkup kebudayaan . Sehingga individu tersebut harus berperan sesui dengan apa yang diisyratkan oleh kebudayaan yang mengatur status yang bersangutan.
Sehingga pengukuran finansial sebuah organisasi akan juga dipengaruhi oleh pegawai (tenaga) dari pengukur tersebut, dan ini sangat terkait dengan sistem sosial dari pegawai yang  bersangkutan. Memang pada dasarnya anggota perusahaan berasal dari anggota komunitas yang berbeda  –   beda kebudayaan dan sukubangsa , dan dengan bersama  –bersama dengan orang lain yang berbeda kebudayaan dan sukubangsa bergabung sebagai satu komunitas  perusahaan. Dalam kehidupan komunitas, sistem sosial akan terus berjalan untuk mengatur segala tingkah laku individu-individunya.
Berkaitan dengan pelkasanaan audit sosial, maka sebuah perusahaan atau organisasi harus jelas terlebih dahulu tentang beberapa aktivitas yang harus dijalankan seperti ;
a.       Aktivitas apa saja yang harus dilakukan sebagai sebuah orgnisasai, dalam hal ini sasaran apa yang menjadi pokok dari perusahaan yang harus dituju  –  internal maupun ekstrnal (sasaran)
b.       Bagaimana cara melakukan pencapaian dari sasaran yang dituju tersebut sebagai rangkaian suatu tindakan (rencana tindakan) yang mengacu pada suatu pola dan rencana yang sudah disusun sebelumnya.
c.       Bagaimana mengukur dan merekam pokok –  pokok yang harus dilakukan berkaitan dengan sasaran yang dituju, dalam hal ini keluasan dari kegiatan yang dilakukan tersebut (indikator)

Ketiga bentuk aktivitas tersebut terangkai dalam suatu arena sehingga dengan demikian menjadi sangat sederhana untuk merancang prosedur bagi pemantuan aktivitas yang bersangkutan, apa yang terjadi dari hari ke hari dengan memonitor kegiatan dari hari ke hari oleh pemegang buku catatan sosial.

Sehingga dengan demikian seorang pemeriksa sosial adalah ‘teman yang mengkritik’ (idealnya oran luar) yang secara periodik memeriksa ‘buku’ dan menanyakan pertanyaan lebih mendalam untuk membantu ketentuan organisasi secara sistematis pada tingakat yang efektif dalam oprasi internalnya sebaik pada dampak eksternalnya dalam kaitannya dengan kondisi sosial budaya baik secara intern maupun ekstern korporasi.Dalam pelaksanaan aktivitas dalam organisasi atau perusahaan dapat dicatat walaupun pada dasarnya ide – ide tersebut bukan berasal dari visi dan misi dari organisasi atau perusahaan.
Pelaksanaan auditor sosial yang berpengalaman biasanya akan bekerja mengukur dan memgrahkan berjalannya sebuah organisasi berdasarkan pada visi dan misi yang ada, pada awalnya dia membantu dalam memberikan segala keterangan tentang berjalannya sebuah organisasi berkaitan dengan indikator yang harus diperhatikan, sasaran yang ingin dicapai dan kemudian juga merekam kenytaan sosial yang sedang berjalan dan bagaimana prosedur  penilaiannya.
Audit sosial ini merupakan sistem yang ada dalam kebudayaan perusahaan yang oleh anggota-anggotanya dipakai untuk merencanakan kegiatan organisasi yang bersangkutan dan tentunya didasari pada kebudayaan yang berlaku di organisasi yang bersangkutan.





KESIMPULAN
Hubungan perusahaan dan para stakeholder haruslah terjalin dengan baik. Karena dengan  adanya tanggung jawab sosial perusahaan dan dilaksanakan dengan benar, akan memberikan dampak positif bagi perusahaan, lingkungan, termasuk sumber daya manusia, sumber daya alam dan seluruh pemangku kepentingan dalam masyarakat. Perusahaan yang mampu sebagai penyerap tenaga kerja, mempunyai kemampuan memberikan peningkatan daya beli masyarakat, yang secara langsung atau tidak, dapat mewujudkan pertumbuhan lingkungan dan seterusnya.





REFERENSI
Agus Arijanto,S.E.,M.M., Etika Bisnis bagi pelaku Bisnis cara cerdas memahami konsep dan faktor-faktor etika bisnis dengan beberapa contoh praktis, edisi ketiga.
Supriadi, S.H., M.Hum., Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, (Jakarta: 2006)
Dawam Rahardjo. Etika Ekonomi dan Manajemen. (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1990)
Hasan Bihaqi,2006,Etika Bisnis Islam, Yogyakarta:Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga
Keraf, Sony,A,1991. Etika Bisnis: Membangun Citra Bisnis Sebagai Profesi Luhur. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Filsafat.
Hamdani, S.E., M.M., M.AK., Good coorporate Governnce, Tinjauan etika dalam praktik Bisnis.