ETIKA BISNIS

Dosen :
Widyatmini
Kelas :
3EA37
Nama
Kelompok 1 :
1. Abdullah
Fikri
2. Ade
juliana Panjaitan
3. Gemilang
Wicaksono
4. Sukmana
Wijaya
5. Zoraya
Aida
FAKULTAS
EKONOMI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
TAHUN
2017
BAB I
DEFENISI, KLASIFIKASI DAN KONSEP
ETIKA, ETIKET MORAL, HUKUM DAN AGAMA
A.
DEFENISI ETIKA (Ade
juliana. P)
Istilah dan pengertian etika secara
kebahasaan/etimologi, berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti
watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Biasanya etika berkaitan erat
dengan perkataan moral yang berasal dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam
bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup
seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari
hal-hal tindakan yang buruk.
Pengertian etika juga dikemukakan
oleh Sumaryono (1995), menurut beliau etika berasal dati istilah
Yunani ethos yang mempunyai arti adapt-istiadat atau kebiasaan yang
baik. Bertolak dari pengertian tersebut, etika berkembang menjadi study tentang
kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan menurut ruang dan waktu yang berbeda,
yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan manusia pada umumnya.
Selain itu, etika juga berkembang menjadi studi tentang kebenaran dan
ketidakbenaran berdasarkan kodrat manusia yang diwujudkan melalui kehendak
manusia.
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, yang dimaksudkan dengan etika adalah :
a.
Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan
tentang hak dan kewajiban moral
b.
Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlaq
c.
Niat mengenal benar dan salah yang dianut suatu
golongan atau masyarakat
Sedangkan
dalam bahasa agama Islam, istilah etika ini merupakan bagian dari akhlak.
Dikatakan merupakan bagian dari akhlak, karena akhlak bukanlah sekedar
menyangkut perilaku manusia yang bersifat perbuatan yang lahiriah saja, akan
tetapi mencakup hal- hal yang lebih luas, yaitu meliputi bidang akidah, ibadah,
dan syariah.
B.
PENGERTIAN
ETIKA BISNIS
Etika bisnis
merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini
berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan,
institusi, dan perilaku bisnis (Velasquez, 2005).
Dalam
menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain
adalah:
1.
Pengendalian diri
2.
Pengembangan tanggung jawab social (social
responsibility)
3.
Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk
terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
4.
Menciptakan persaingan yang sehat
5.
Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
6.
Mampu menyatakan yang benar itu benar
7.
Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan
pengusaha kuat dan golongan pengusaha ke bawah
8.
Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah
disepakati bersama
9.
Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki
terhadap apa yang telah disepakati
10. Perlu adanya
sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hokum positif yang berupa
peraturan perundang-undangan
C.
KLASIFIKASI
DAN KONSEPSI ETIKA (Sukmana Wijaya)
Manusia
disebut etis, ialah manusia secara utuh dan menyeluruh mampu memenuhi hajat
hidupnya dalam rangka asas keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan pihak
yang lainnya, antara rohani dengan jasmaninya, dan antara sebagai makhluk
berdiri sendiri dengan penciptanya. Termasuk di dalamnya membahas nilai-nilai
atau norma-norma yang dikaitkan dengan etika, terdapat dua macam etika (Keraf:
1991: 23), sebagai berikut:
1.
Etika Deskriptif
Etika yang menelaah
secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia, serta apa yang
dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya
Etika deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni
mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan
situasi dan realitas yang membudaya. Da-pat disimpulkan bahwa tentang kenyataan
dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan
dengan kondisi tertentu memungkinkan manusia dapat bertindak secara etis.
2.
Etika Normatif
Etika
yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki
oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa
yang bernilai dalam hidup ini. Jadi Etika Normatif merupakan norma-norma yang
dapat menuntun agar manusia bertindak secara baik dan meng-hindarkan hal-hal
yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di
masyarakat.
Fungsi Etika
Fungsi utama dari etika yang
disebutkan oleh Magnis Suseno yaitu, untuk membantu mencari orientasi secara
kritis dalam berhadapan dengan moralitas yang membingungkan. Pengertian demikian
perlu dicari dengan alasan:
ü kita hidup
dalam masyarakat yang semakin pluralistik, juga di bidang moral, sehingga kita
binggung harus mengikuti moralitas yang mana
ü Modernisasi
membawa perubahan besar dalam struktur kebutuhan dan nilai masyarakat yang
akibatnya menentang pandangan – pandangan tradisional.
ü Adanya
perbagai ideologi yang menawarkan diri sebagai penuntun hidup, yang masing –
masing ajarannya sendiri tentang bagaimana manusia harus hidup,
ü Etika juga
diperlukan oleh kaum agama yang di satu
pihak menemukan dasar kemantapan mereka dalam iman kepercayaan, di lain pihak
sekaligus mau berpartisipasi tanpa takut – takut dengan tidak menutup diri
dalam semua dimensi kehidupan masyarakat yang sedang berubah.
D.
ETIKA
MORAL (Zoraya Aida)
Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma
moral yang terdapat di antara sekelompok manusia. Adapun nilai moral adalah
kebaikan manusia sebagai manusia. Norma moral adalah tentang bagaimana manusia
harus hidup supaya menjadi baik sebagai manusia.
Beberapa
pengertian moral menurut beberapa sumber:
Pengerian moral dalam kamus psikologi (Chaplin,
2006): Dituliskan bahwa moral mengacu pada akhlak yang
sesuai dengan peraturan sosial, atau menyangkut hukum atau adat kebiasaan yang
mengatur tingkah laku.
Pengertian moral dalam
Hurlock (Edisi ke-6, 1990) mengatakan bahwa perilaku moral adalah perilaku yang
sesuai dengan kode moral kelompok sosial. Moral sendiri berarti tata cara,
kebiasaan, dan adat. Perilaku moral dikendalikan konsep konsep moral atau
peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya.
Pengertian moral menurut
Webster New word Dictionary (Wantah, 2005) bahwa moral adalah
sesuatu yang berkaitan atau ada hubungannya dengan kemampuan menentukan benar
salah dan baik buruknya tingkah laku.
Kemudian beberapa pengertian moral lainnya seperti
pengertian moral oleh Dian Ibung bahwa moral adalah nilai (value) yang berlaku
dalam suatu lingkungan sosial dan mengatur tingkah laku seseorang. Maria Assumpta
menambahkan bahwa pengertian moral adalah aturan aturan (rule) mengenai
sikap (attitude) dan perilaku manusia (human behavior) sebagai
manusia. Hal ini mirip bila dikatakan bahwa orang yang bermoral atau dikatakan
memiliki moral adalah manusia yang memanusiakan orang lain.
Moral
berkaitan dengan moralitas. Moralitas adala sopan santun, segala sesuatu yang
berhubungan dengan etiket atau sopan santun. Moralitas dapat berasal dari
sumber tradisi atau adat, agama atau sebuah ideologi atau gabungan dari beberapa
sumber. Etika dan moralitas Etika bukan sumber tambahan moralitas melainkan
merupakan filsafat yang mereflesikan ajaran moral. Pemikiran filsafat mempunyai
lima ciri khas yaitu rasional, kritis, mendasar, sistematik dan normatif.
Rasional berarti mendasarkan diri pada rasio atau nalar, pada argumentasi yang
bersedia untuk dipersoalkan tanpa perkecualian. Kritis berarti filsafat ingin
mengerti sebuah masalah sampai ke akar-akarnya, tidak puas dengan pengertian
dangkal. Sistematis artinya membahas langkah demi langkah. Normatif menyelidiki
bagaimana pandangan moral yang seharusnya.
Faktor Penentu Moralitas
Dalam tataran terminologi agama dan
filsafat, orang yang memiliki moral yang baik, sering diistilahkan dengan kata
masih memiliki “moralitas” yang baik. Moralittas dibagi menjadi dua bagian
yakni;
1.
Moralitas dapat bersifat intrinsik, berasal dari diri
manusia itu sendiri sehingga perbuatan manusia itu baik atau buruk terlepas
atau tidak dipengaruhi oeleh peraturan hukum yangg ada. Moralitas instrinsik
ini esensinya tedapat dalam perbuatan diri manusia itu sendiri.
2.
Moralitas yangg bersifat ekstrinssik penilaiannya
didasarkan pada peraturan hhukum yang berlaku, baik yang bersifat perintah
ataupun larangan. Moralitas yang bersifat ekstrinsik ini merupakan realitas
bahwa manusia itu berkaitan dengan nilai- nilai dan norma- norma yang
diberlakukan dalam kehidupan bersama.
Ada tiga faktor yang menjadi penentu moralitas
perbuatan manusia, yaitu;
1.
Motivasi
Motivasi adalah hal yang diinginkan oleh pelaku
perbuatan dengan maksud untuk mencapai sasaran yang hendak dituju. Jadi
motivasi itu dikehendaki secara sadar sehingga menentukan kadar moralitas
perbuatan.
2.
Tujuan akhir
Tujuan akhir adalah diwujudkannya perbuatan yang
dikehendaki secara bebas. Moralitas perbuatannya ada dalam kehendak perbuatan
itu menjadi objek perhatian kehendak, artinya memang dikehendaki oleh
pelakunyya.
3.
Lingkungan
perbuatan
4.
Unsur lingkungan perbuatan adalah segala sesuatu yang
secara eksidental mengelilingi atau mewwarnaai perbuatan tersebut
E. HUKUM DAN AGAMA (Abdullah Fikri &
Gemilang Wicaksono)
a.
HUKUM (Abdullah Fikri)
Hukum dalam arti Penguasa (undang -
undang, keputusan, hakim dan lainnya)
Hukum diartikan sebagai seperangkat peraturan tertulis yang dibuat oleh pemerintahan, melalui badan - badan yang berwenang membentuk berbagai peraturan tertulis seperti: undang - undang dasar, undang - undang, keputusan presiden, peraturan pemerintah, keputusan menteri - menteri dan peraturan daerah. (25-26)
Hukum diartikan sebagai seperangkat peraturan tertulis yang dibuat oleh pemerintahan, melalui badan - badan yang berwenang membentuk berbagai peraturan tertulis seperti: undang - undang dasar, undang - undang, keputusan presiden, peraturan pemerintah, keputusan menteri - menteri dan peraturan daerah. (25-26)
Hukum dalam arti para petugas adalah orang atau
masyarakat melihat hukum dalam wujud para petugas yang berusaha menegakkan atau
mengamankan hukum. para petugas yang berseragam, dan bisa bertindak terhadap
orang - orang yang melakukan tindakan - tindakan yang warga masyarakat.
Hukum dalam
arti sikap tindak yaitu hukum sebagai perilaku yang ajeg atau sikap tindak yang
teratur. Hukum dalam arti sistem kaidah berikut ini beberapa uraian hukum
sebagai sistem kaidah:
a.
Suatu tata kaidah hukum yang merupakan sistem kaidah -
kaidah hukum secara hirarki
b.
Susuna. kaidah - kaidah hukum yang sangat disederhanakan
dari tingkat bawah ke atas meliputi:
1.
Kaidah - kaidah individual dari badan - badan pelaksana
hukum terutama pengadilan.
2.
Kaidah - kaidah umum di dalam undang - undang hukum
atau hukum kebiasaan
3.
Kaidah - kaidah konstitusi
c.
Sahnya kaidah - kaidah hukum dari golongan tingkat
yang lebih rendah tergantung atau ditentukan oleh kaidah - kaidah yang termasuk
golongan tingkat yang lebih tinggi.
Intinya
terletak pada suatu sistem yang jelas tahapan - tahapan dalam derajat
kaidah dari yang bawah sampai yang tertinggi. dalam masyarakat dikenal juga
kaidah - kaidah tentang: kaidah kesopanan, kaidah kesusilaan, dan kaidah
agama dan kepercayaan.
b.
AGAMA (Gemilang Wicaksono)
Agama
merupakan realitas yang berada di sekeliling manusia. Masing - masing manusia
memiliki kepercayaan tersendiri akan agama yang diangapnya sebagai sebuah
kebenaran. Agama yang telah menjadi dasar manusia ini tidak dapat dipisahkan
dari kehidupan sosial manusia tersebut.
Agama juga
diyakini tidak hanya berbicara soal ritual semata melainkan juga berbicara
tentanv nilai - nilai yang dikonkretkan dalam kehidupan sosial. Masing - masing
penganut agama menyakini bahwa ajaran dan nilai - nilai yang dianutnya harus
ditegakkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Akhlak Islami cakupannya sangatlah
luas, yaitu menyangkut etos, etis, moral, dan estetika.
a.
Etos; yang mengaatur hubungan seseorang dengan
Khaliknya, al-ma’bud bi haq serta
kelengkapan uluuhiyah dan rubbubiyah, seperti terhadap rasul- rasul Allah,
Kitab-Nya, dan sebagainya.
b.
Etis; yang mengatur sikap seseorang terhadap dirinya
dan terhadap sesmanya dalam kehidupan sehari- harinya.
c.
Moral; yang mengatur hubungan dengan sesamanya, tetapi
berlainan jenis dan/ atau yang menyangkut kehormatan tiap pribadi.
d.
Estetika; rasa keindahan yang mendorong seseorang
untuk meningkatkan keadaan dirinya serta lingkungannya agar lebih indah dan
menuju kesempurnaan.
Etika
tidak dapat menggantikan agama. Orang yang percaya menemukan orientasi dasar
kehidupan dalam agamanya. Agama merupakan hal yang tepat untuk memberikan
orientasi moral. Pemeluk agama menemukan orientasi dasar ehidupan dalam
agamanya. Akan tetapi agama itu memerlukan ketrampilan etika agar dapat
memberikan orientasi, bukan sekadar indoktrinasi. Hal ini disebabkan empat
alasan sebagai berikut:
c.
Orang agama mengharapkan agar ajaran agamanya
rasional. Ia tidak puas mendengar bahwa Tuhan memerintahkan sesuatu, tetapu ia
juga ingin mengertimengapa Tuhan memerintahkannya. Etika dapat membantu
menggali rasionalitas agama.
d.
Seringkali ajaran moral yang termuat dalam wahyu
mengizinkan interpretasi yang saling berbeda dan bahkan bertentangan.
e.
Karena perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi
dan masyarakat maka agama menghadapi masalah moral yang secara langsung tidak
disinggung-singgung dalam wahyu. Misalnya bayi tabung, reproduksi manusia
dengan gen yang sama.
f.
Adanya perbedaan antara etika dan ajaran moral.
Etika mendasarkan diri pada argumentasi rasional semata-mata sedangkan agama
pada wahyunya sendiri. Oleh karena itu ajaran agama hanya terbuka pada mereka
yang mengakuinya sedangkan etika terbuka bagi setiap orang.
Persamaan dan
Perbedaan Etika dan Agama
1.
Persamaan Etika
dan Agama ; dapat dibagi berdasarkan, yaitu :
a. Berdasarkan pada sasarannya
Etika dan Agama sama-sama bertujuan meletakkan dasar ajaran moral, agar
manusia dapat membedakan mana perbuatan yang baik dan yang tidak baik.
b. Berdasarkan pada sifatnya
Etika dan Agama sama-sama bersifat memberi peringatan dan sama-sama
bersifat tidak memaksa.
2.
Perbedaan
antara Etika dan Agama
a. Dari segi prinsip
Agama merupakan suatu kepercayaan pengabdian/penghambaan yang berdasarkan
syarat dan cara yang diatur oleh agama itu sendiri kepada Tuhan-nya, sedangkan
Etika bukanlah suatu kepercayaan yang mengandung pengabdian.
b. Dari sumbernya,
Agama (Islam) itu bersumber dari satu sumber Tuhan, sedangkan Etika
bersumber dari bermacam-macam jenis sumbernya, antara lain sumbernya berasal
dari pemikiran manusia (argumentasi rasional) yang sesuai dengan aliran
masing-masing.
c. Pada bidang yang diajarkan,
Agama mengajarkan manusia pada beberapa alam (dunia, kubur, akhirat),
sedangkan Etika hanya mempersoalkan kehidupan moral manusia dialam dunia/fana
ini saja.
5. Ajaran Agama hanya terbuka pada mereka yang mengakuinya, sedangkan Etika
terbuka bagi setiap orang dari semua agama dan pandangan dunia.
3. Alasan Mengapa Etika diperlukan Agama ;
a. Orang beragama mengharapkan agar ajaran agamanya rasional.
b. Seringkali ajaran moral yang termuat dalam wahyu agama mengijinkan
interpretasi yang berbeda dan bahkan saling bertentangan.
c. Bagaimana agama harus bersikap terhadap masalah moral yang tidak disinggung
dalam wahyuNya, misalnya soal aborsi, bayi tabung dan lain-lain.
d. Etika memungkinkan dialog antar agama, dimana etika dapat menjadi dasar
bagi kerjasama antar agama.
e.
Etika
memungkinkan dialog antar agama dengan pandangan-pandangan dunia.
KESIMPULAN
Etika bisnis merupakan suatu
hal yang penting dalam perusahaan. Dimana etika dapat membentuk moral, tanggung
jawab, pengendalian diri, rasa saling percaya antar sesam karyawan sehingga
masing-masing pribadi baik itu karyawan, manajer dan semua yang bekerja di
perusahaan tersebut memiliki kualitas diri dan bukan hanya mementingkan diri
sendiri. Etika juga mengajarkan para karyawan perusahaan untuk menaati semua
peraturan yang ada di lingkungan perusahaan supaya tujuan dari perusahaan
tersebut dapat tercapai dengan maksimal.
Referensi
Agus Arijanto,S.E.,M.M., Etika Bisnis bagi pelaku Bisnis cara cerdas memahami konsep dan
faktor-faktor etika bisnis dengan beberapa contoh praktis, edisi ketiga.
Supriadi,
S.H., M.Hum., Etika & Tanggung Jawab
Profesi Hukum di Indonesia, (Jakarta: 2006)
Dawam
Rahardjo. Etika Ekonomi dan Manajemen. (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1990)
Hasan
Bihaqi,2006,Etika Bisnis Islam, Yogyakarta:Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga
Nugroho,
Rianto, 1996. Obrolan 17 Praktisi Bisnis Indonesia.Jakarta: Penerbit
Elex Media Komputindo.
BAB 8
HUBUNGAN PERUSAHAAN DENGAN
STAKEHOLTER, LINTAS BUDAYA, POLA HIDUP DAN AUDIT SOSIAL / SCR, MENGAPA PERLU
SCR, STEREOTYPE, PREJUDICE, SIGMA SOSIAL
1.
STAKEHOLDER (Ade Juliana P)
Pengertian stakeholder dalam konteks
ini adalah tokoh – tokoh masyarakat baik formal maupun informal, seperti
pimpinan pemerintahan (lokal), tokoh agama, tokoh adat, pimpinan organisasi
social dan seseorang yang dianggap tokoh atau pimpinan yang diakui dalam
pranata social budaya atau suatu lembaga (institusi), baik yang bersifat
tradisional maupun modern.
Istilah
stakeholders sudah sangat populer. Kata ini telah dipakai oleh banyak pihak dan
hubungannnya dengan berbagi ilmu atau konteks, misalnya manajemen bisnis, ilmu
komunikasi, pengelolaan sumberdaya alam, sosiologi, dan
lain-lain.Lembaga-lembaga publik telah menggunakan secara luas istilah
stakeholder ini ke dalam proses-proses pengambilan dan implementasi
keputusan.Secara sederhana, stakeholder sering dinyatakan sebagai para pihak,
lintas pelaku, atau pihak-pihak yang terkait dengan suatu issu atau suatu
rencana.
Stakeholder dapat berfungsi sebagai
“tokoh kunci” atau “key person” dan merupakan orang yang menjadi panutan bagi
masyarakat sekitarnya, seperti : Kepala Desa/Lurah, Ketua RT, Ketua Adat,
Ustadz/Kyai.
Kelembagaan yang dianjurkan dibentuk
untuk meningkatkan peranserta masyarakat dalam memajukan pendidikan, menurut UU
No 20 Tahun 2003, pasal 56 adalah berupa Dewan Pendidikan, dan komite sekolah.
Ketua dan anggota kedua lembaga tersebut dapat digolongkan sebagai Stakeholder
Dalam buku
Cultivating Peace, Ramizes mengidentifikasi berbagai pendapat mengenai
stakekholder ini. Beberapa
defenisi yang penting dikemukakan seperti :
1.
Freeman
(1984) yang mendefenisikan stakeholder sebagai kelompok atau individu yang
dapat mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh suatu pencapaian tujuan tertentu.
2.
Biset
(1998) secara singkat mendefenisikan stekeholder merupakan orang dengan suatu
kepentingan atau perhatian pada permasalahan. Stakeholder ini sering
diidentifikasi dengan suatu dasar tertentu sebagimana dikemukakan Freeman
(1984), yaitu dari segi kekuatan dan kepentingan relatif stakeholder terhadap
issu, Grimble and Wellard (1996), dari segi posisi penting dan pengaruh yang
dimiliki mereka.
3.
Stakeholder
adalah kelembagaan yang dianjurkan dibentuk untuk meningkatkan peran serta
masyarakat dalam memajukan pendidikan, dan komite sekolah.
Pandangan-pandangan
di atas menunjukkan bahwa pengenalan stakeholder tidak sekedar menjawab
pertanyaan siapa stakeholder suatu issu tapi juga sifat hubungan stakeholder
dengan issu, sikap, pandangan, dan pengaruh stakeholder itu. Aspek-aspek ini
sangat penting dianalisis untuk mengenal stakeholder.
Macam
– macam Stakeholder.
Berdasarkan kekuatan, posisi
penting, dan pengaruh stakeholder terhadap suatu issu, stakeholder dapat
diketegorikan kedalam beberapa kelompok yaitu stakeholder primer, sekunder dan
stakeholder kunci.
a.
Stakeholder Utama (Primer)
Stakeholder utama merupakan
stakeholder yang memiliki kaitan kepentingan secara langsung dengan suatu
kebijakan, program, dan proyek. Mereka harus ditempatkan sebagai penentu utama
dalam proses pengambilan keputusan.
Contohnya
:
Masyarakat dan tokoh masyarakat,
masyarakat yang terkait dengan proyek, yakni masyarakat yang di identifkasi
akan memperoleh manfaat dan yang akan terkena dampak (kehilangan tanah dan
kemungkinan kehilangan mata pencaharian) dari proyek ini. Sedangkan tokoh
masyarakat adalah anggota masyarakat yang oleh masyarakat ditokohkan di wilayah
itu sekaligus dianggap dapat mewakili aspirasi masyarakat. Di sisi lain,
stakeholders utama adalah juga pihak manajer Publik yakni lembaga/badan publik
yang bertanggung jawab dalam pengambilan dan implementasi suatu keputusan.
b.
Stakeholder Pendukung (Sekunder)
Stakeholder pendukung (sekunder) adalah stakeholder yang
tidak memiliki kaitan kepentingan secara langsung terhadap suatu kebijakan,
program, dan proyek, tetapi memiliki kepedulian (concern) dan keprihatinan
sehingga mereka turut bersuara dan berpengaruh terhadap sikap masyarakat dan
keputusan legal pemerintah.
Yang
termasuk dalam stakeholders pendukung (sekunder):
1. Lembaga(Aparat) pemerintah dalam
suatu wilayah tetapi tidak memiliki tanggung jawab langsung.
2. Lembaga pemerintah yang terkait
dengan issu tetapi tidak memiliki kewenangan secara langsung dalam pengambilan
keputusan.
3. Lembaga swadaya Masyarakat (LSM)
setempat : LSM yang bergerak di bidang yang bersesuai dengan rencana, manfaat,
dampak yang muncul yang memiliki concern (termasuk organisasi massa yang
terkait).
4. Perguruan Tinggi yakni kelompok
akademisi ini memiliki pengaruh penting dalam pengambilan keputusan pemerintah
serta Pengusaha (Badan usaha) yang terkait sehingga mereka juga masuk dalam
kelompok stakeholder pendukung.
5. Pengusaha (Badan usaha) yang terkait
c.
Stakeholder Kunci
Stakeholder kunci merupakan stakeholder yang memiliki
kewenangan secara legal dalam hal pengambilan keputusan.Stakeholder kunci yang
dimaksud adalah unsur eksekutif sesuai levelnya, legislatif dan instansi.
Stakeholder kunci untuk suatu keputusan untuk suatu proyek level daerah
kabupaten.
Yang
termasuk dalam stakeholder kunci yaitu :
1.
Pemerintah Kabupaten
2.
DPR Kabupaten
3.
Dinas yang membawahi langsung proyek yang bersangkutan.
2.
Stereotype, Prejudice, Stigma Sosial
Stereotype adalah
sebuah pandangan atau cara pandang terhadap suatu kelompok sosial, dimana cara
pandang tersebut lalu digunakan pada setiap anggota kelompok tersebut. Kita
memperoleh informasi biasanya dari pihak kedua atau media, sehingga kita
cenderung untuk menyesuaikan informasi tersebut agar sesuai dengan pemikiran
kita tanpa melakukan observasi yang lebih mendalam. Oleh karena kurang
melakukan observasi, maka cara pandang mereka cenderung sangat sempit. Ini
sudah merupakan pembentukan stereotype. Stereotype bisa dalam hal buruk, bisa
juga dalam hal baik.
Contoh dari Stereotype , ketika kita sudah beranggapan begitu pada suatu suku ,
maka kita tidak akan menempatkan dia pada suatu posisi yang kita rasa gak
cocok.
Sedangkan Prejudice (Prasangka sosial)
merupakan sikap perasaan orang-orang terhadap golongan manusia tertentu,
golongan ras atau kebudayaan yang berbeda dengan golongan orang yang
berprasangka itu. Menurut David O. Sears dan kawan-kawan (1991), prasangka
sosial adalah penilaian terhadap kelompok atau seorang individu yang terutama
didasarkan pada keanggotaan kelompok tersebut, artinya prasangka sosial
ditujukan pada orang atau kelompok orang yang berbeda dengannya atau
kelompoknya. Prasangka sosial memiliki kualitas suka dan tidak suka pada obyek
yang diprasangkainya, dan kondisi ini akan mempengaruhi tindakan atau perilaku
seseorang yang berprasangka tersebut. Contoh dari Prejudice misalnya kita menganggap setiap orang
pada suku tertentu itu malas, pelit , dan lain nya
Stigma sosial adalah tidak diterimanya seseorang pada suatu
kelompok karena kepercayaan bahwa orang tersebut melawan norma yang ada. Stigma
sosial sering menyebabkan pengucilan seseorang ataupun kelompok. Contoh dari
stigma social misalnya sejarah stigma sosial dapat terjadi pada orang yang
berbentuk fisik kurang atau cacat mental, dan juga anak luar kawin, homoseksual
atau pekerjaan yang merupakan nasionalisasi pada agama atau etnis, seperti
menjadi orang Yahudi atau orang Afrika Amerika. Kriminalitas juga membawa
adanya stigma sosial.
3.
Mengapa Perusahaan Harus
Bertanggungjawab (Gemilang
Wicaksono)
Tanggung jawab Sosial Perusahaan
atau Corporate Social Responsibility (selanjutnya dalam artikel akan disingkat
CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya)
perusahaan adalah memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan,
pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional
perusahaan.
CSR
berhubungan erat dengan “pembangunan berkelanjutan”, di mana ada argumentasi
bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan
keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan atau
deviden melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan
untuk saat ini maupun untuk jangka panjang.
Konsep
tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibiliy (CSR),
muncul sebagai akibat adanya kenyataan bahwa pada dasarnya karakter alami dari
setiap perusahaan adalah mencari keuntungan semaksimal mungkin tanpa
memperdulikan kesejahteraan karyawan, masyarakat dan lingkungan alam. Seiring
dengan dengan meningkatnya kesadaran dan kepekaan dari stakeholder perusahaan
maka konsep tanggung jawab sosial muncul dan menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dengan kelangsungan hidup perusahaan di masa yang akan datang. Tanggung
jawab sosial perusahaan dapat didefinisikan secara sederhana sebagai suatu
konsep yang mewajibkan perusahan untuk memenuhi dan memperhatikan kepentingan
para stakeholder dalam kegiatan operasinya mencari keuntungan. Stakeholder yang
dimaksud diantaranya adalah para shareholder, karyawan (buruh), kustomer,
komunitas lokal, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan lain
sebagainya.
Penerapan
tanggung jawab sosial perusahaan saat ini. Dalam pengamatan saya, tanggung
jawab sosial perusahaan sering didefinisikan secara sempit sebagai akibat belum
tersosialisasinya standar baku bagi perusahaan. Tanggung jawab sosial
perusahaan masih anggap sebagai suatu kosmetik belaka untuk menaikkan pamor
perusahaan atau menjaga reputasi perusahaan di masyarakat. Oleh karenanya ada
asumsi jika perusahaan sudah memberikan sumbangan atau donasi kepada suatu
institusi sosial berarti sudah melakukan tanggung jawab sosial sebagai sebuah
perusahaan.
Mekanisme
Pengawasan Tingkah Laku Mekanisme dalam pengawasan terhadap para karyawan
sebagai anggota komunitas perusahaan dapat dilakukan berkenaan dengan
kesesualan atau tidaknya tingkah laku anggota tersebut denga budaya yang
dijadikan pedoman korporasi yang bersangkutan. Mekanisme pengawasan tersebut
berbentuk audit sosal sebagai kesimpulan dari monitoring dan evaluasi yang
dilakukan sebelumnya. Monitoring da evaluasi terhadap tingkah laku anggota
suatu perusahaan atau organisasi pada dasarnya harus dilakukan oleh perusahaan
yang bersangkutan secara berkesinambugan.
Monitoring
yang dilakuka sifatnya berjangka pendek sedangkan evaluasi terhadap tingkah
laku anggota perusahaan berkaitan dengan kebudayaan yang berlaku dilakukan
dalam jangka panjang. Hal dari evaluas tersebut menjadi audit sosial.Pengawasa
terhadap tingkah laku dan peran karyawan pada dasarnya untuk menciptakan
kinerja karyawan itu sendiri yang mendukung sasaran dan tujuan dari proses
berjalannya perusahaan. Kinerja yang baik adalah ketika tindakan yang
diwujudkan sebagai peran yang sesuai dengan status dalam pranata yang ada dan
sesuai dengan budaya perusahaan yang bersangkutan. Oleh karena itu, untuk
mendeteksi apakah budaya perusaaan telah menjadi bagian dalam pengetahuan
budaya para karyawannya dilakukan audit sosal dan sekaligus merencanakan apa
aja yang harus dilakukan oleh perusahaan untuk menguatkan nilai-nilai yang ada
agar para karyawan sebagai anggota perusahaan tidak memunculkan pengetahuan
budaya yang dimilikinya di luar lingkungan perusahaan.
Dalam
kehdupan komunitas atau komunitas secara umum, mekanismne pengawasan terhadap
tindakan anggota-anggota komunitas biasanya berupa larangan-larangan dan
sanksi-sanksi sosial yang terimplementasi di dalam atura adat. Sehingga tam[pak
bahwa kebudayaan menjadi sebuah pedoman bagi berjalannya sebuah proses kehidupan
komunitas atau komunitas. Tindaka karyawan berkenaan dengan perannya dalam
pranata sosial perusahaan dapat menen tukan keberlangsungan aktivitas.
4.
Komunitas
Indonesia dan Etika Bisnis (Zoraya Aida)
Indonesia memerukan suatu bentuk etika bisnis yang sangat
spesifik dan sesuai denga model indonesia. Hal ini dapat di pahami bahwa bila
ditilik dai bentuknya, komunitas indonesia komunitas elite an komunitas rakyat
Bentuk
– bentuk pola hidup komunitas di indonesia sangat bervariasi dari berburu
meramu sampai dengan industri jasa.
Dalam suatu kenyataan di komunitas indonesia pernah terjadi
mala petaka kelaparan di daerah Nabire Papua. Bahwa komunitas Nabire
mengkonsumsi sagu, pisang, ubi dan dengan keadaaan cuaca yang kemarau tanah
tidak dapat mendukung pengolahan bagi tanaman ini, kondisi ini mendorong
pemerintah dan perusahaan untuk dapat membantu komunitas tersebut.
Dari gambaran ini tampak bawa tidak adanya rasa empati bagi
komunitas elite dan perusahaan dalam memahami pola hidup komunitas lain.
Dalam konteks yang demikian, maka di tuntut bagi perusahaan
untuk dapat memahami etika bisnis ketika berhubungan dengan stakeholder di luar
perusahaannya seperti komunitas lokal atau kelompok sosial yang berbeda pola
hidup.
Seorang teman Arif Budimanta mensitir kata – kata sukarno
presiden pertama indonesia yang menyatakan bahwa “tidak akan di serahkan
pengelolaan sumber daya alam Indonesia kepada pihak asng sebelum orang
Indonesia mampu mengelolanya”, kalimat ini terkandung suatu pesan etika bisnis
yang teramat dalam bahwa sebelum bangsa Indonesia dapat menyamai kemampuan
asing, maka tidak akan mungkin wilayah Indonesia di serahkan kepada asing
(pengelolaannya).
Jati diri bangsa perlu digali kembali untuk menetapkan
sebuah etika yang berlaku secara umum bagi komunitas Indonesia yang multikultur
ini. Jati diri merupakan suatu bentuk kata benda yang bermakna menyeluruh
sebagai sebuah kekuatan bangsa.
5.
Dampak Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, apabila dilaksanakan
dengan benar, akan memberikan dampak positif bagi perusahaan, lingkungan,
termasuk sumber daya manusia, sumber daya alam dan seluruh pemangku kepentingan
dalam masyarakat. Perusahaan yang mampu sebagai penyerap tenaga kerja,
mempunyai kemampuan memberikan peningkatan daya beli masyarakat, yang secara
langsung atau tidak, dapat mewujudkan pertumbuhan lingkungan dan seterusnya.
Mengingat kegiatan perusahaan itu sifatnya simultan, maka keberadaan perusahaan
yang taat lingkungan akan lebih bermakna.
Pada dasarnya setiap kegiatan perusahaan yang berhubungan
dengan sumber daya alam, pasti mengandung nilai positif, baik bagi internal
perusahaan maupun bagi eksternal perusahaan dan pemangku kepentingan yang lain.
Meskipun demikian nilai positif tersebut dapat mendorong terjadinya
tindakan-tindakan dan perbuatan-perbuatan yang akhirnya mempunyai nilai
negatif, karena merugikan lingkungan, masyarakat sekitar atau masyarakat lain
yang lebih luas. Nilai negatif yang dimaksud adalah seberapa jauh kegiatan
perusahaan yang bersangkutan mempunyai potensi merugikan lingkungan dan
masyarakat.Atau seberapa luas perusahaan lingkungan terjadi sebagai akibat
langsung dari kegiatan perusahaan.
Perusahaan yang pada satu sisi pada suatu waktu menjadi
pusat kegiatan yang membawa kesejahteraan bahkan kemakmuran bagi masyarakat,
pada satu saat yang sama dapat menjadi sumber petaka pada lingkungan yang sama
pula. Misalnya terjadi pencemaran lingkungan atau bahkan menyebabkan kerusakan
alam dan lingkungan lain yang lebih luas.
6.
Mekanisme Pengawasan Tingkah Laku (Abdullah Fikri & Sukmana
Wijaya)
Mekanisme dalam pengawasan terhadap para karyawan sebagai
anggota komunitas perusahaan dapat dilakukan berkenaan dengan kesesualan
atau tidaknya tingkah laku anggota tersebut denga budaya yang dijadikan pedoman
korporasi yang bersangkutan.
Mekanisme pengawasan tersebut berbentuk audit sosal sebagai
kesimpulan dari monitoring dan evaluasi yang dilakukan sebelumnya.
Monitoring dan evaluasi terhadap tingkah laku anggota suatu
perusahaan atau organisasi pada dasarnya harus dilakukan oleh perusahaan yang
bersangkutan secara berkesinambugan. Monitoring yang dilakuka sifatnya
berjangka pendek sedangkan evaluasi terhadap tingkah laku anggota perusahaan
berkaitan dengan kebudayaan yang berlaku dilakukan dalam jangka panjang. Hal
dari evaluas tersebut menjadi audit sosial.
Pengawasa terhadap
tingkah laku dan peran karyawan pada dasarnya untuk menciptakan kinerja
karyawan itu sendiri yang mendukung sasaran dan tujuan dari proses
berjalannya perusahaan. Kinerja yang baik adalah ketika tindakan yang
diwujudkan sebagai peran yang sesuai dengan status dalam pranata yang ada
dan sesuai dengan budaya perusahaan yang bersangkutan.
Oleh karena itu, untuk mendeteksi apakah budaya perusaaan
telah menjadi bagian dalam pengetahuan budaya para karyawannya dilakukan audit
sosal dan sekaligus merencanakan apa aja yang harus dilakukan oleh perusahaan
untuk menguatkan nilai-nilai yang ada agar para karyawan sebagai anggota
perusahaan tidak memunculkan pengetahuan budaya yang dimilikinya di luar
lingkungan perusahaan.
Dalam kehdupan komunitas atau komunitas secara umum,
mekanismne pengawasan terhadap tindakan anggota-anggota komunitas biasanya
berupa larangan-larangan dan sanksi-sanksi sosial yang terimplementasi di dalam
atura adat. Sehingga tam[pak bahwa kebudayaan menjadi sebuah pedoman bagi
berjalannya sebuah proses kehidupan komunitas atau komunitas. Tindaka karyawan
berkenaan dengan perannya dalam pranata sosial perusahaan dapat menen tukan
keberlangsungan aktivitas.
Karyawan sebagai stake holder, terdapat juga para bekas
karyawan,para direksi, pemilik modal yg juga menentukan berjalannya
aktivitas pranata sosial perusahaan. Kesemua stakeholder tersebut menduduki
status dan peran tertentu dalam koporasi dan mempunyai hubungan fungsional satu
dengan lainnya.
Pada dasarnya suatu perusahaan adalah sebuah organisasi yang
dalam kenyataannya menempati suatu wilayah sosial tertentu. Dan sebagai suatu
bentuk organisai,korporasi tentunya mempunyai tujuan yang dapat dipahami secara
bersama oleh para anggotanya dan dapat menjamin kehidupan para anggotanya dalam
lingkup organisasi yang bersangkutan.
Perusahaan sebagai bagian dari suatu komunitas dan mempunyai
suatu kebudayaan tersendiri akan mempunyai sifat yang adaptif terhadap
lingkungannya,baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial dan budaya yang ada
disekitarnya.
Berjalannya suatu perusahaan tidak akan lepas dari segala
perhitungan dan perencanaan yang mengatur pola aturan yang ada,seperti halnya
pada komuitas lainnya seperti komunitas suku bangsa. Kehidupan sosial
komunitas suku bangsa tersebut dalam lingkup kecil (Desa/kampung/dusun) dapat
dipantau dan di monitor oleh adat istiadatnya sesuai dengan pranata
sosial yang berlaku (kekerabatan,ekonomi, teknologi, mata pencaharian dsb).
Dalam perusahaan, apa yang dikatakan sebagai proses audit sosial adalah
mirip atau sama dengan cara – cara yang dipakai untuk
memeriksa keuangan perusahaan yang bersangkutan.
Sebagai sebuah organisasi,perusahaan yang mempunyai beberpa
tenaga ahli dalam menyiapkan anggaran – angaran yang
dikelurakan, dan begitu dengan pemerikasaan terhadap anggaran yang telah
dikelurkan berkaitan dengan berjalannya organisasi yang bersangkutan seperti
ahli akuntansi dan pemegang buku.
Tenaga – tenaga ahli tersebut merupakan individu
– individu yang menduduki status tertentu,status dalam hal ini
adalah kumpulan hak dan kewajiban yang ada pada diri seseorang dalam satu
lingkup kebudayaan . Sehingga individu tersebut harus berperan sesui dengan apa
yang diisyratkan oleh kebudayaan yang mengatur status yang bersangutan.
Sehingga pengukuran finansial sebuah organisasi akan juga
dipengaruhi oleh pegawai (tenaga) dari pengukur tersebut, dan ini sangat
terkait dengan sistem sosial dari pegawai yang bersangkutan. Memang pada
dasarnya anggota perusahaan berasal dari anggota komunitas yang berbeda
– beda kebudayaan dan sukubangsa , dan dengan bersama
–bersama dengan orang lain yang berbeda kebudayaan dan sukubangsa
bergabung sebagai satu komunitas perusahaan. Dalam kehidupan komunitas,
sistem sosial akan terus berjalan untuk mengatur segala tingkah laku
individu-individunya.
Berkaitan dengan pelkasanaan audit sosial, maka sebuah
perusahaan atau organisasi harus jelas terlebih dahulu tentang beberapa
aktivitas yang harus dijalankan seperti ;
a. Aktivitas apa saja yang harus dilakukan
sebagai sebuah orgnisasai, dalam hal ini sasaran apa yang menjadi pokok dari
perusahaan yang harus dituju – internal maupun ekstrnal
(sasaran)
b. Bagaimana cara melakukan pencapaian
dari sasaran yang dituju tersebut sebagai rangkaian suatu tindakan (rencana
tindakan) yang mengacu pada suatu pola dan rencana yang sudah disusun
sebelumnya.
c. Bagaimana mengukur dan merekam pokok
– pokok yang harus dilakukan berkaitan dengan sasaran yang dituju,
dalam hal ini keluasan dari kegiatan yang dilakukan tersebut (indikator)
Ketiga bentuk aktivitas tersebut terangkai dalam suatu arena
sehingga dengan demikian menjadi sangat sederhana untuk merancang prosedur bagi
pemantuan aktivitas yang bersangkutan, apa yang terjadi dari hari ke hari
dengan memonitor kegiatan dari hari ke hari oleh pemegang buku catatan sosial.
Sehingga dengan demikian seorang pemeriksa sosial adalah
‘teman yang mengkritik’ (idealnya oran luar) yang secara periodik memeriksa
‘buku’ dan menanyakan pertanyaan lebih mendalam untuk membantu ketentuan
organisasi secara sistematis pada tingakat yang efektif dalam oprasi
internalnya sebaik pada dampak eksternalnya dalam kaitannya dengan kondisi
sosial budaya baik secara intern maupun ekstern korporasi.Dalam pelaksanaan
aktivitas dalam organisasi atau perusahaan dapat dicatat walaupun pada dasarnya
ide – ide tersebut bukan berasal dari visi dan misi dari organisasi
atau perusahaan.
Pelaksanaan
auditor sosial yang berpengalaman biasanya akan bekerja mengukur dan memgrahkan
berjalannya sebuah organisasi berdasarkan pada visi dan misi yang ada, pada
awalnya dia membantu dalam memberikan segala keterangan tentang berjalannya
sebuah organisasi berkaitan dengan indikator yang harus diperhatikan, sasaran
yang ingin dicapai dan kemudian juga merekam kenytaan sosial yang sedang
berjalan dan bagaimana prosedur penilaiannya.
Audit sosial ini merupakan sistem yang ada dalam kebudayaan
perusahaan yang oleh anggota-anggotanya dipakai untuk merencanakan kegiatan
organisasi yang bersangkutan dan tentunya didasari pada kebudayaan yang berlaku
di organisasi yang bersangkutan.
KESIMPULAN
Hubungan perusahaan dan
para stakeholder haruslah terjalin dengan baik. Karena dengan adanya tanggung jawab sosial perusahaan dan dilaksanakan dengan
benar, akan memberikan dampak positif bagi perusahaan, lingkungan, termasuk
sumber daya manusia, sumber daya alam dan seluruh pemangku kepentingan dalam
masyarakat. Perusahaan yang mampu sebagai penyerap tenaga kerja, mempunyai
kemampuan memberikan peningkatan daya beli masyarakat, yang secara langsung
atau tidak, dapat mewujudkan pertumbuhan lingkungan dan seterusnya.
REFERENSI
Agus Arijanto,S.E.,M.M., Etika Bisnis bagi pelaku Bisnis cara cerdas
memahami konsep dan faktor-faktor etika bisnis dengan beberapa contoh praktis,
edisi ketiga.
Supriadi, S.H., M.Hum., Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum di
Indonesia, (Jakarta: 2006)
Dawam Rahardjo. Etika Ekonomi dan
Manajemen. (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1990)
Hasan
Bihaqi,2006,Etika Bisnis Islam, Yogyakarta:Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga
Keraf, Sony,A,1991. Etika
Bisnis: Membangun Citra Bisnis Sebagai Profesi Luhur. Yogyakarta: Penerbit
Pustaka Filsafat.
Hamdani, S.E., M.M.,
M.AK., Good coorporate Governnce, Tinjauan
etika dalam praktik Bisnis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar